Kamis, 18 Desember 2008

Antara Norma, Pencatatan, dan Pembukuan


Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto dengan Menggunakan Norma Penghitungan


Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: Kep-536/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000

Berikut ini akan kutipan beberapa ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak ini:

Pasal 1
(1) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan. [berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor: 01/PMK.03/2007 tanggal 16 Januari 2007, untuk tahun pajak mulai 2007, batasannya menjadi Rp. 1.800.000.000 (satu milyar delapan ratus juta rupiah)
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
(3) Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Pasal 2
(1) Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
(2) Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
(3) Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.


Beberapa hal yang perlu dikritisi (bukan dikritik lho!) dari butir-butir ketentuan yang diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak ini. Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa bagi wajib pajak orang pribadi (WPOP) dengan peredaran bruto di bawah Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) tentu saja dalam setahun, wajib menyelenggarakan pencatatan. Kesimpulan sederhana yang langsung dapat kita tarik dari klausula tersebut adalah Dirjen Pajak mewajibkan agar WPOP yang yang mempunyai peredaran bruto dibawah batasan di atas wajib pula menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (selanjutnya disebut norma saja). Iya nggak! Namun, tentu saja, wajib pajak mempunyai opsi lain jika memilih tidak menyelenggarakan pencatatan yaitu menyelenggarakan pembukuan sebagaimana ketentuan selanjutnya dalam Pasal dan ayat yang sama. Masih belum ngerti juga? Oke! Dikarenakan Dirjen Pajak pajak mewajibkan pencatatan (bagi WPOP yang berada dalam batasan omset di atas) maka kita berasumsi bahwa Dirjen Pajak mewajibkan penggunaan norma, karena satu-satunya cara untuk menghitung jumlah pajak penghasilan orang pribadi terutang adalah dengan cara mengalikan peredaran bruto suatu WPOP dengan tarif norma yang sesuai dengan klasifikasi lapangan usaha (KLU) WPOP tersebut (Daftar tarif dapat dilihat pada lampiran Keputusan Dirjen Pajak ini). Namun, lagi-lagi penggunaan norma ini tidak bisa diterapkan jika WPOP ternyata memilih opsi menggunakan pembukuan.
Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa WPOP yang menggunakan norma wajib memberitahukan penggunaan norma ini kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan. Di sini nih, muncul hal yang “aneh”, di satu sisi Dirjen Pajak mewajibkan penggunaan pencatatan (dan norma) namun di pihak lain Dirjen Pajak kok mewajibkan agar WPOP memberitahukan ke Dirjen Pajak jika ingin menggunakan norma. Ini sama saja kalau mau dianalogikan seperti jika Dirjen Pajak mewajibkan pembayaran PPh Pasal 25 pada setiap tanggal 15 bulan berikutnya dari suatu masa pajak namun ditambahi klausul bahwa wajib pajak harus memberitahukan ke Dirjen Pajak paling lambat 3 (tiga) hari awal masa pajak yang bersangkutan bahwa wajib pajak akan mengikuti "perintah" Dirjen Pajak ini atau kalau tidak ada pemberitahuan maa wajib pajak dianggap akan membayar setelah lewat tanggal 15. Kan aneh, urgensinya apa? Toh sederhanya jika sudah ada ketentuan mengenai kewajiban pencatatan, namun ternyata wajib pajak tidak melaksanakan yah terpaksa pajaknya ditetapkan secara jabatan.
Selanjutnya lagi pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa pemberitahuan yang disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dianggap disetujui. Ini juga merupakan hal yang aneh, namanya pemberitahuan yang nggak perlu disetujui atau nggak. Pemberitahuan itu komunikasi yang sifatnya satu arah (one way communication), bukan seperti permohonan yang memerlukan respon berupa persetujuan atau penolakan.
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (3) disebutkan bahwa WPOP yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. Ini sama saja, kembali lagi ke argumen-argumen di atas.

Jadi seharusnya gimana dong ketentuan yang benar (menurut saya)? Kalau sekedar rephrase dari ketentuan tersebut di atas maka akan seharusnya ketentuan tersebut bunyinya menjadi seperti ini:

Pasal 1
(1) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan. [berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor: 01/PMK.03/2007 tanggal 16 Januari 2007, untuk tahun pajak mulai 2007, batasannya menjadi Rp. 1.800.000.000 (satu milyar delapan ratus juta rupiah)
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dapat memilih wajib untuk menyelenggarakan pencatatan. , kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
(3) Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan pencatatan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Pasal 2
(1) Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
(2) Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
(3) Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

Gimana any comment?

[Pic taken from http://koleksikasetindonesia.blogspot.com/2007/03/album-penyanyi-wanita.html]