Kamis, 14 Agustus 2008
Kasus Tiwul Armada: Sudah Bayar Pajak atau Sudah Dipotong Pajak
Dalam salah satu acara reality talk show, sang empunya acara, Tiwul Armada dengan gayanya yang khas berkata bahwa dia selalu bayar pajak. Katanya tiap kali ia menerima honorarium pasti sudah dipotong pajak oleh stasiun tivi, tapi lanjutnya lagi, kok orang pajak masih aja ngejar-ngejar dia untuk bayar pajak. Kenapa bisa begitu? Siapanya yang salah, apa orang pajak gak tau kalo Tiwul itu artis terkenal jadi kalo ia mendapat penghasilan dari stasiun tivi pasti udah dipotong PPh Pasal 21 dong. Masak sih orang pajak gak tau?
Kalau yang melihat masyarakat yang 'kurang femiliar (meminjam istilah Tiwul)' dengan pajak, pasti deh yang disalahin orang pajaknya. Dasar orang pajak, gak bisa liat orang seneng dikit langsung deh nagihin pajaknya. Tapi dari pihak orang pajak sendiri atau orang yang ngerti pajak ngomongnya mungkin saja, Tiwul kalo bayar pajak sih bayar, cuma bayarnya berapa udah benar apa belum. Ngaku-ngaku udah bayar pajak tapi yang dibayar cuma sejetong padahal harusnya seratus jetong. Ya podo bae!
Enuff prolog! Kalo saya melihatnya sih, si Tiwul juga gak salah-salah amat, orang pajaknya sendiri ngejar-ngejar si Tiwul juga gak salah-salah amat. Harus malah. Dalam persepsi Tiwul, bahwa dia selalu bayar pajak, MUNGKIN yang dimaksudnya adalah bahwa atas penghasilan dia selalu dipotong pajak. Misalnya Tiwul mendapatkan penghasilan dari stasiun tivi atau production house (PH) atas jasa host di acara Ampe Mato. Stasiun tivi atau PH seharusnya memang memotong PPh Pasal 21 atas honorarium Tiwul tadi. Masalahnya berapa besarnya (persen) yang harusnya dipotong. Berapa persen di sini nih yang masih rancu, karena masih banyak pemotong pajak (ie. stasiun tivi n PH) yang belum paham benar aturan perpajakan khususnya mengenai besarnya persentase dan dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan Tiwul tadi. Tapi saya akan menghindari penulisan angka dalam post saya ini, jadi teknisnya gak akan saya bahas (yang berminat membahas ini lebih jauh pls email saya). KEMUNGKINAN (capital letter used to stress) yang terjadi adalah jumlah yang dipotong masih (jauh) lebih kecil dari yang seharusnya Tiwul bayar. Hal ini disebabkan:
1. sifat tarif pajak penghasilan yang progresif,
2. pemotong pajak kesulitan untuk keeping record atas penghasilan yang dibayarkannya (mis. ke Tiwul),
3. Penghasilan Tiwul berasal dari bermacam-macam pemberi kerja di mana tiap pemberi kerja memotong PPh Pasal 21 dimulai dari tarif lapisan pertama, which is 5%.
Jadi dalam hal pemberi kerja lebih dari satu atau istilah kasarnya, tempat bekerja lebih dari satu, selalu ada perbedaan antara jumlah yang dipotong dengan jumlah yang seharusnya dibayar. Dan jumlah yang dipotong pasti selalu lebih kecil dari jumlah yang seharusnya dibayar. Dalam kasus Tiwul tadi SPT Tahunan Tiwul seharusnya berstatus kurang bayar atau ada kewajiban untuk membayar PPh Pasal 29. Kekurangan inilah yang (sekali lagi MUNGKIN) "dikejar-kejar" oleh aparat pajak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar