Rabu, 13 Agustus 2008

Pajak atas Warisan sebagai Sarana Redistribusi Kekayaan

Kenapa Paris? Kok gambarnya Paris ya, apa hubungannya dengan tulisan ini? Ok, pertama Paris Hilton adalah cucu dari pemilik salah satu hotel chain terbesar di jagat ini, Hotel Hilton. Sang kakek, Patriarch Barron Hilton disebut-sebut akan mewariskan kurang lebih 100 juta US Dollar atau sekitar 900 milyar Rupiah untuk si cucu Paris. Kebayang gak sih untuk orang seumur Paris trus punya duit sebanyak itu, apa gak ngerusak tuh (already)? Kalo misalnya, Paris itu orang Kebumen, maka berapapun yang ia warisi, di jamin akan free of tax. Tapi kalo misalnya ia orang Australia, Jepang, atau Amrik, jangan harap ia bisa menikmati 900 M bulat tadi, karena pasti ia akan dibebani salah satu jenis pajak atas transfer kekayaan, kalo di luar sana namanya bisa estate tax bisa juga inheritance tax. Kedua nama tidak persis sama penerapannya, tapi okelah biar gampang untuk tulisan ini kita anggap sama aja kedua istilah ini. Tulisan ini bermaksud membahas mengapa pajak warisan perlu juga diterapin di Indonesia?

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id), pada Maret 2007 terdapat 37,17 juta penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemisikinan) atau sekitar 16,58 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia. Sebahagian besar atau sekitar 63,52 persen penduduk miskin ini berada di perdesaan. Sementara laporan Forbes Asia menyebutkan 40 orang terkaya Indonesia mempunyai total kekayaan sebesar 40 milliar USD atau sekitar 400 triliun Rupiah atau hampir sama dengan realisasi penerimaan pajak tahun 2007 yang sebesar 426,23 triliun Rupiah. Suatu jumlah yang fantastis. Jurang antara kaya dan miskin semakin melebar, hal ini tentu saja tidak terjadi di Indoensia saja. Namun, terdapat kecenderungan bahwa jurang ini semakin lebar pada negara-negara yang sedang berkembang. Pajak sebagai salah satu instrumen ekonomi mempunyai 2 (dua) fungsi utama yaitu, fungsi budget yaitu mewujudkan kemandirian APBN dalam membiayai keperluan pengeluaran negara dalam menjalankan fungsinya dan fungsi regulasi yaitu memastikan bahwa terjadi pembagian yang merata atas penghasilan dan kesejahteraan.
Selama periode kenaikan harga minyak, ujung-ujungnya akan turut memperbesar subsidi yang harus ditanggung pemerintah. Sudah menjadi tugas otoritas perpajakan di Indonesia untuk mencari sumber pembiayaan baru yang diharapkan dapat menutupi ongkos subsidi yang ditanggung pemerintah dan juga beban APBN yang setiap tahun bertambah.

Salah satu jenis pajak atas transfer kekayaan yang sudah sering menjadi perdebatan di berbagai kalangan adalah pajak atas warisan. Walaupun di Indonesia pajak warisan belum pernah diberlakukan tetapi di berbagai negara maju, pajak warisan sudah lama berlaku dengan metode pengenaan yang berbeda-beda. Tulisan ini akan membahas kemungkinan penerapan pajak warisan dalam perpajakan Indonesia.

Bagi yang menentang, pajak atas warisan dianggap sesuatu yang tidak bermoral dan merupakan contoh penerapan pajak berganda. Bagi yang mendukungnya pajak atas warisan dianggap sebagai salah satu sarana konkrit untuk meredistribusi kekayaan secara lebih merata di antara individu dalam suatu negara. Dalam kasus Indonesia, sebagaimana telah disebutkan di atas, jumlah masyrakat yang hidup di bawah garis kemiskinan (walaupun jumlah pastinya masih menjadi polemik) masih sangat besar, sementara di lain pihak terdapat sekelompok orang atau keluarga terkaya di Indonesia mempunyai kekayaan yang sangat berlimpah.

Terdapat beberapa alasan yang digunakan oleh penentang untuk menolak pemberlakuan pajak warisan sebagaimana dapat dirangkum berikut ini:

1.
bahwa sebahagian besar kesejahteraan diperoleh melalui hasil kerja keras individu bukannya dari warisan, sehingga tujuan agar pajak warisan dapat meredistribusi kekayaan tidak tercapai.
2.
Bahwa kekayaan saat ini sangatlah mobile sehingga menjadi suatu upaya yang sia-sia untuk mengawasinya. Ujung-ujungnya malah menimbulkan ketidakadilan dalam hal pemajakannya.
3.
Pajak atas warisan akan menjadi disinsentif bagi individu untuk mengakumulasi kekayaan (penciptaan modal) melalui kerja keras, investasi dan tabungan.
4.
Melalui perencanaan pajak yang rumit dan mahal, pajak warisan dapat di-manage (baca:diakali) sehingga meminimalisir beban pajak. Hal ini dapat dilakukan oleh individu yang sangat kaya, sehingga beban pajak secara relatif yang akan ditanggung kalangan menengah akan lebih besar.
5.
Bahwa salah satu motivasi untuk mengakumulasi kekayaan, bekerja, menabung dan berinvestasi adalah agar di kemudian hari dapat mewariskan sesuatu untuk penerusnya atau keluarganya.
Sedangkan bagi para pendukungnya, pajak warisan perlu untuk diberlakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1.
Pajak warisan akan meredistribusi kekayaan dari satu individu atau keluarga (baca: dinasti) ke individu atau keluarga yang lain.
2.
Pajak warisan akan memberikan kesamaan dalam hal memperoleh kesempatan karena setiap orang akan memulai bekerja pada titik yang relatif sama, tanpa ada keistimewaan yang dinikmati oleh individu-individu tertentu yang berasal atau memperoleh transfer kekayaan dari keluarganya.
3.
Bagi individu yang berasal dari kalangan yang berpunya, warisan justru membawa dampak negatif bagi keinginan untuk bekerja atau berusaha. Dalam Millionaire Next Door, peneliti Thomas Stanley menyimpulkan bahwa warisan atau hibah dari keluarga merupakan disinsentif untuk bekerja dan juga menabung. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa semakin besar jumlah warisan atau hibah yang diterima individu, semakin sedikit yag dapat diakumulasikan, sementara mereka yang diberi warisan atau hibah lebih sedikit akan mengakumulasi lebih banyak.
4.
Mencegah seseorang untuk mengakumulasi kekayaan yang akan mengakibatkan jurang antara kaya dan miskin semakin lebar. Tidak dapat dipungkiri, kondisi sosial di Indonesia masih memandang orang berdasarkan jumlah kekayaannya. Hal ini akan menjadi masalah manakala ia mengakumulasi kekayaannya dengan jalan yang tidak benar. Dengan adanya pajak warisan ini setidaknya, negara melalui otoritas perpajakan dapat melakukan transfer kekayaan dari satu individu atau keluarga dan membaginya secara merata melalui pembangunan.
5.
Pajak warisan memastikan bahwa setiap kekayaan atau akumulasi modal dapat dipajaki setidaknya satu kali . Tingginya tingkat mobilitas modal, adanya penangguhan capital gain atas suatu aset sampai pada saat aset tersebut dijual, menyebabkan adanya pajak atas pertambahan kekayaan yang tidak pernah dikenakan pajak sama sekali.
Pajak sebagai instrumen untuk membangun kemandirian pembiayaan pembangunan, wujud kepedulian dan konstribusi warga negara terhadap negaranya, dan juga mempunyai fungsi-fungsi sosioekonomi, misalnya berperan sebagai instrumen untuk mengatur keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh warga negara serta memberikan kesempatan yang sama atau setidaknya lebih adil bagi semua individu dalam bekerja atau berusaha. Pajak warisan akan memberikan titik mulai (starting point) yang sama pada semua orang tanpa memberikan keistimewaan-keistimewaan (privileges) tertentu pada beberapa orang yang kebetulan lebih beruntung karena berasal dari keluarga yang berada pada lapisan atas piramida kekayaan di Indonesia.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas penulis beranggapan bahwa pajak warisan perlu dan dapat diterapkan oleh otoritas pajak di Indonesia dengan menitikberatkan pada fungsinya sosialnya yaitu sebagai instrumen untuk meredistribusi kekayaan selain fungsinya sebagai sumber pendapatan baru dari sektor perpajakan. Namun, setiap usaha Dirjen Pajak untuk memberlakukan suatu jenis pajak baru pasti akan menimbulkan pro dan kontra, untuk itu sebelum pajak warisan benar-benar diusulkan kembali untuk diterapkan perlu meninjau segala aspek yang berkaitan, dalam hal ini aspek menonjol yang perlu diperhatikan adalah aspek ekonomi, sosial, dan hukum. Secara ekonomi, segala jenis pajak yang diterapkan pasti akan menjadi sumber baru pembiayaan negara namun perlu juga ditelaah sejauh mana ongkos pemungutan pajak warisan ini dibanding hasil pajak yang akan diperoleh (cost against benefit), tentu saja dengan memperhatikan tingkat mobilitas kekayaan yang begitu tinggi. Jika ditinjau dari aspek sosial, harus diketahui sejauh mana pajak warisan ini akan berimbas pada efek redistribusi kekayaan tanpa menimbulkan disinsentif bagi individu untuk bekerja, menabung, dan berinvestasi. Sedangkan dari segi hukum, perlu perangkat hukum yang memadai, karena merupakan objek pajak baru di Indonesia. Perumusan yang lebih detil diperlukan mencakup definisi, tarif, dasar pengenaan dan lain-lain. Rumusan ini dapat saja mengadopsi dari peraturan perpajakan masalah warisan dari negara-negara yang sudah terlebih dahulu memberlakukannya.

Satu hal yang perlu diacungi jempol, dalam RUU PPh yang baru lalu, Dirjen Pajak telah memasukkan pajak warisan sebagai suatu objek pajak yang baru. Meskipun sudah dapat diperkirakan bahwa usulan ini akan menjadi perdebatan yang alot dan bakal ditolak untuk di-Undang-undangkan, setidaknya suatu wacana baru telah dimulai. Dan jika ke depan pajak warisan ini dianggap perlu untuk diusulkan kembali dalam perubahan UU PPh ke depan setidaknya Dirjen Pajak sudah melakukan sosialisasi dan memulai wacana penerapannya sejak saat ini.

[Pic taken from www.upload.wikimedia.org]

Tidak ada komentar: